Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah tengah menjadi sorotan publik. Usulan penggunaan dana zakat untuk menopang program ini memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat dan para ahli agama.
Pro kontra terkait hal ini semakin memanas. Pendukung penggunaan dana zakat berargumen bahwa anak-anak yang menjadi sasaran MBG umumnya berasal dari keluarga kurang mampu, sehingga sesuai dengan kriteria penerima zakat. Selain itu, penggunaan dana zakat dinilai dapat mempercepat pencapaian tujuan MBG dalam mengatasi masalah gizi buruk.
Namun, tidak sedikit pihak yang menentang keras usulan tersebut. Mereka berpendapat bahwa penggunaan dana zakat harus sesuai dengan ketentuan syariat Islam yang sangat ketat. Selain itu, program MBG telah dianggarkan melalui APBN, sehingga tidak perlu menggunakan dana zakat.
Ketua PP Muhammadiyah Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si, mengatakan wacana pembiayaan program makan bergizi gratis lewat zakat harus memperhatikan delapan Asnaf (penerima). Ia meminta wacana itu harus dibicarakan bersama Badan Amil Zakat. “Karena kan Badan Amil Zakat punya regulasi sendiri untuk dana yang digunakan, karena menyangkut pertanggungjawaban dana umat. Jadi soal seperti itu tidak cukup dengan gagasan, tapi dibicarakan lewat berbagai pihak yang terkait. Bicarakan, kalau memang tidak memenuhi asnaf ya bukan berarti lalu umat Islam tidak setuju. Cuma karena ada dimensi syariah yang memang tidak ke situ, tapi opsi lain kan bisa dibuka,” imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin mengusulkan agar Pemerintah membuka kesempatan pembiayaan program makan bergizi gratis (MBG) melalui zakat, infak, dan sedekah. Pasalnya, Sultan mengatakan, DNA masyarakat Indonesia memiliki sifat gotong royong. “Saya sih melihat ada DNA dari negara kita, DNA dari masyarakat Indonesia itu kan dermawan, gotong royong. Nah, kenapa enggak ini justru kita manfaatkan juga?,” kata Sultan di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa, 14 Januari 2025.